Beberapa hari yang lalu saya menonton acara Seconds From Disaster di National Geographic Channel yang membahas tentang kecelakaan kereta api di Amagasaki, dekat Osaka, Jepang. Kecelakaan yang terjadi pada tanggal 25 April 2005 tersebut menewaskan 106 orang dan melukai 562 orang lainnya. Kecelakaan ini menjadi kecelakaan paling parah yang terjadi di Jepang sejak terjadinya Kecelakaan Kereta Yokohama pada tahun 1963 yang menewaskan 162 orang.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan, penyebab kecelakaan adalah kecepatan kereta yang terlalu tinggi pada saat melewati tikungan Amagasaki, yaitu 116 km/jam. Dengan kecepatan seperti itu maka kereta keluar lintasan dan menabrak bangunan yang ada di sekitar rel. Jadi, kesalahan ada pada masinis karena mengemudikan kereta dengan kecepatan tinggi. Masinis tersebut bernama Ryujiro Takami.
Nikkin Kyoiku Retraining Programs
Di perusahaan kereta JR West, terdapat sebuah aturan jika karyawan termasuk masinis melakukan kesalahan maka ia akan diikutkan dalam Nikkin Kyoiku, yaitu sebuah retraining programs. Retraining ini bukan kegiatan yang menyenangkan bagi karyawan sehingga banyak karyawan yang takut dan trauma dengan Nikkin Kyoiku.
Ryujiro Takami adalah masinis yang pernah masuk dalam program Nikkin Kyoiku satu tahun yang lalu. Beberapa saat sebelum terjadinya kecelakaan Amagasaki, masinis tersebut melakukan 3 kesalahan yaitu (1) melangar lampu merah dan terkena Automatic Train Stop (ATS), (2) menghentikan kereta pada posisi yang salah, yaitu terlalu maju sampai 3 gerbong dan mengharuskan ia memundurkan kereta, dan (3) karena terjadi kesalahan menghentikan kereta tersebut, akibatnya ia terlambat 1,5 menit. Ryujiro Takami sadar bahwa kesalahan tersebut akan mengirimnya ke program Nikkin Kyoiku yang sangat ditakutinya. Oleh karena itu ia memacu keretanya untuk menghindari kesalahan berikutnya, yaitu terlambat sampai di stasiun berikutnya.
Evaluasi Tentang Nikkin Kyoiku
Para ahli yang melakukan investigasi terhadap kasus Amagasaki tersebut menyimpulkan bahwa program Nikkin Kyoiku Retraining Programs harus dievaluasi. Akibat dari adanya Nikkin Kyoiku adalah karyawan menjadi tertekan karena jika ia sampai melakukan kesalahan, maka ia harus mengikuti Nikkin Kyoiku yang tidak ada standar waktunya, bisa 1 minggu, bisa juga sampai berbulan-bulan. Sehingga orientasi bekerja para karyawan adalah bukan bekerja sebaik-baiknya, namun bekerja tanpa melakukan kesalahan.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kasus di atas adalah masalah FOKUS. Tentu kita pernah membaca tentang pengaruh kata-kata positif dalam pembentukan mental dan karakter. Ada 2 kalimat yang sebenarnya bagus, namun jika dirasakan memili arti yang berbeda.
1. Saya pasti bekerja dengan baik.
2. Saya tidak boleh melakukan kesalahan.
Jika dipikirkan lebih dalam, kalimat pertama lebih membuat kita semangat dan berpikir positif, dan kalimat kedua seperti ada ketakutan melakukan kesalahan.
Semoga bermanfaat.